Panggung Perjuangan Pahlawan Sastra Bangkitkan Patriotisme Generasi Milenial Melalui Puisi
JAKARTA – Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November 2024, Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) kembali menggelar acara Panggung Perjuangan Pahlawan Sastra Merah Putih. Kegiatan ini bertujuan untuk menyemarakkan semangat patriotisme di kalangan generasi muda melalui apresiasi sastra, terutama puisi-puisi bertema kepahlawanan. Acara berlangsung pada Kamis sore (14/11/2024) di halaman Rumah Betawi, Museum Benyamin Sueb, Jatinegara, Jakarta Timur, dan dihadiri ratusan mahasiswa, sastrawan, serta pecinta seni.
Deklamator Nasional dan Generasi Muda Bersinergi
Acara ini menghadirkan sejumlah deklamator nasional seperti Jose Rizal Manua, Imam Ma’arif, Boyke Sulaiman, hingga Exan Zen, yang tampil berkolaborasi dengan generasi muda dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Universitas Indonesia (UI). Mereka membawakan puisi-puisi legendaris karya para sastrawan besar seperti Chairil Anwar, Toto Sudarto Bachtiar, Taufik Ismail, hingga Joko Pinurbo, yang menggambarkan semangat perjuangan dan pengorbanan para pahlawan bangsa.
Jose Rizal Manua membuka acara dengan penuh khidmat melalui pembacaan dua puisi bertemakan kepahlawanan, yakni “Terus Berkibar Sampai Sekarang—untuk Bung Tomo” dan “Selamat Jalan Jenderal, Selamat Jalan Pahlawan”. Dengan gaya penyampaian yang penuh penghayatan, Rizal berhasil menghidupkan kembali semangat perjuangan kemerdekaan di hati para audiens.
Tidak hanya deklamator senior, penampilan generasi muda seperti Narima Beryl dari UI dan Faela Sufas dari UNJ juga memberikan energi segar pada acara ini. Narima tampil membawakan puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar, sementara Faela dengan penuh semangat membacakan puisi “Museum Perjuangan” karya Guntowijoyo. Keduanya berhasil menunjukkan bahwa puisi bukan hanya milik generasi terdahulu, tetapi juga relevan bagi generasi masa kini.
Penyair senior Imam Ma’arif, yang membawakan puisi “Aku” karya Chairil Anwar, mengingatkan audiens akan kekuatan puisi dalam menyuarakan cita-cita kebangsaan. “Kalian para generasi muda pasti kenal Chairil Anwar, sastrawan yang sangat fenomenal ini. Karya-karyanya adalah jiwa bangsa,” ujar Imam, yang juga membacakan karya orisinalnya, “Kalau Aku Jadi Presiden”.
Patriotisme dalam Wajah Baru
Ketua penyelenggara, Octavianus Masheka, atau akrab disapa Bung Octa, menekankan pentingnya memadukan seni sastra dengan semangat patriotisme sebagai cara mendekatkan generasi muda kepada nilai-nilai perjuangan bangsa.
“Puisi adalah cara kita menghormati dan mengenang perjuangan pahlawan, tetapi sekaligus juga media untuk membangun semangat kebangsaan generasi muda. Jika sastra hanya dilihat sebagai hal usang, maka kita akan kehilangan identitas budaya kita,” ujar Bung Octa.
Ia menambahkan bahwa acara seperti ini bukan sekadar perayaan, tetapi upaya strategis untuk mendekatkan dunia sastra kepada generasi milenial dan Gen Z. “Melalui kegiatan ini, kami ingin membuktikan bahwa puisi dan sastra tetap relevan di era modern, bahkan bisa menjadi medium untuk menyuarakan isu-isu kebangsaan dengan cara yang kreatif.”
Antusiasme Generasi Muda
Selain pembacaan puisi, acara ini juga diramaikan dengan musikalisasi puisi oleh Bengkel Sastra dan Zatchestra, yang berhasil menarik perhatian peserta. Salah satu peserta, Aditya Nugraha, mahasiswa UNJ, mengaku terinspirasi oleh puisi-puisi yang dibacakan. “Saya baru sadar, puisi bukan sekadar kata-kata indah. Ada pesan perjuangan dan kebangsaan yang sangat mendalam di dalamnya,” ujarnya.
Nasya Indar, mahasiswi UI yang turut membacakan puisi “Buku Tamu Museum Perjuangan” karya Taufik Ismail, juga merasa bangga dapat menjadi bagian dari acara ini. “Ini adalah pengalaman luar biasa. Saya merasa lebih dekat dengan perjuangan pahlawan bangsa melalui puisi,” ungkapnya.
Rangkaian Acara Berlanjut di Kota Tua
Melihat antusiasme tinggi dari peserta dan audiens, Bung Octa mengungkapkan bahwa rangkaian Panggung Perjuangan Pahlawan Sastra akan dilanjutkan di kawasan Kota Tua Jakarta pada Sabtu, 23 November 2024. Acara mendatang akan menampilkan deklamator baru dengan tema yang sama, tetapi dalam format yang lebih kreatif.
“Ini adalah bentuk sinergi antara generasi tua dan muda untuk memastikan sastra tetap hidup dan relevan di tengah masyarakat. Visi kami adalah memasyarakatkan sastra dan mensasterakan masyarakat,” tutup Bung Octa.
Melalui acara seperti ini, sastra Indonesia diharapkan mampu menjadi jembatan untuk mengenalkan kembali nilai-nilai perjuangan dan kebangsaan, sekaligus membangkitkan kecintaan generasi muda terhadap warisan budaya bangsa. Sastra bukan hanya tentang kata-kata, tetapi tentang semangat yang terus hidup di setiap generasi.
Kontributor; Lasman Simanjuntak
0Komentar